Siapa yang tidak mengenal tim Persija Jakarta? 10 gelar juara yakni sembilan di era Perserikatan dan satu di era Liga Indonesia, sudah diraih tim berjuluk Macan Kemayoran. Fakta tersebut sekaligus mencatatkan Persija menjadi tim terbanyak yang meraih gelar juara di Indonesia sampai saat ini.
Sedikit flashback ke belakang, ketika pada 2001, di mana saat itu skuad Persija dengan gagahnya mengangkat Piala Presiden sebagai lambang supremasi juara Liga Indonesia, yang sudah barang tentu menjadi kebanggaaan juga untuk warga Jakarta. Pada saat itu Persija justru mampu meraihnya tanpa menggunakan sepeserpun dana APBD.
Pada 1997-2003, tahun di mana Persija tidak menggunakan dana rakyat untuk menjalankan roda kompetisinya, ungkap Ferry Indrasjarief pendiri The Jakmania, yang juga pernah lama berkecimpung di manajemen Persija.
“Periode tersebut Persija mengandalkan sponsor yang memang tidak lepas juga partisipasi aktif dari Pemda untuk membiayai Persija dalam mengarungi kompetisi liga,” ujar Bung Ferry begitu biasa disapa.
Baru pada 2004 di era manajer IGK Manila, Persija mulai mendapatkan aliran dana APBD sampai beberapa kali berganti manajer. Hingga 2010 Persija masih memanfaatkan dana APBD yang digunakan untuk menghidupi tim ibukota ini, papar Ferry Indrasjarief
Lalu, yang menjadi pertanyaan kemudian pada 2010, era transisi ketika dana APBD sudah tidak boleh digunakan klub-klub di Indonesia, solusi apa yang bisa diperbuat untuk tetap menjalankan nafas klub selama kompetisi? Hal yang dialami tidak hanya oleh Persija tapi juga seluruh klub di Indonesia.
Banyak hal sebenarnya yang bisa dimanfaatkan untuk menarik pundi-pundi uang yang tentunya bisa digunakan untuk keperluan klub, sebagai contoh pemasukan dari tiket masuk stadion, penjualan merchandise asli, hak siar televisi, pemasaran A-Board di setiap laga kandang, maupun yang lebih utama penjualan brand dari klub itu sendiri, dalam hal ini Persija untuk bisa menarik sponsor masuk, serta masih banyak “kreativitas” lain yang bisa dilakukan dalam mencari rupiah demi rupiah.
Penulis di sini sebagai pencinta Persija, tentu merasa heran, kenapa sebegitu sulitnya Persija mendapatkan sponsor? Awalnya masalah dualisme sempat menjadi alasan yang mengemuka, sehingga para sponsor menarik diri secara perlahan karena ketidakjelasan hal tersebut. Akan tetapi kita sama-sama tahu, bukan hanya Persija yang terkena dampak dualisme, ada beberapa klub juga merasakan. Ambil contoh Arema, tapi lihat, mereka bisa mendapatkan sponsor.
Selanjutnya, masalah image dari suporter Persija yang di luaran sana kadung dicap sebagai “biang onar”, tukang bikin kerusuhan, dan lainnya yang berbau negatif menjadi alasan sponsor enggan masuk. Menurut penulis, ini tidak fair ketika hal tersebut dilimpahkan ke suporter. Tidak semuanya bisa digeneralisir seperti tersebut, bukankah juga suporter bisa menjadi hal yang dimanfaatkan sebagai data pasti seberapa banyak suatu tim didukung? Dan itu dapat menguntungkan juga untuk mendatangkan sponsor selain dari pemasukan tiket yang dibeli oleh suporter.
Jika kemudian ada hal yang baik untuk bisa dicontoh, bukan tidak mungkin penulis mencoba melihat apa yang dilakukan manajemen Persib dalam mengelola sumber pemasukan untuk tim mereka. Sudah selayaknya manajemen Persija setidaknya bisa berkaca dengan apa yang sudah dilakukan oleh mereka terlepas apapun panasnya “persaingan” antara kedua tim di kompetisi.
Ketika semua bidang usaha dari yang kecil hingga kelas kakap ada di Jakarta, perusahaan bonafide bergelimpangan di kota yang menjadi sumpah serapah oleh penduduknya sendiri karena kemacetan, lalu kenapa tidak ada yang “nyangkut” untuk bisa menaruh logo sponsor di dada tepat di bawah logo monas dengan satu bintang di atasnya?
Terakhir dalam tulisan ini, mengutip pernyataan Bambang Pamungkas “Lalu sekarang pertanyaannya apakah manajemen Persija yang tidak mampu mencari sponsor, atau memang tim ini sudah tidak mampu untuk “dijual” untuk menarik sponsor?
Sumber: Adzani Alwianto (Jakmania)
ente tanya ke manajemen Persija kenapa bisa begitu, sedangkan rival abadinya, PERSIB bisa melenggang lenggok mendapatkan sponsor sampai 20 co-branding brow, mantap kan ga ada yg kaya gitu, kalu perlu berguru dulu ke manajemen PERSIB
BalasHapushahah emang persib terbaik manajemennya saat ini tapi dari segi prestasi yang pernah diraih persija lebih baik dari persib. makasih kunjunganya
Hapus